Sejarah Pendidikan Islam PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MESIR, TURKI DAN INDIA



PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MESIR, TURKI DAN INDIA

DISUSUN
O
L
E
H
AZMAR HIDAYAT
KHAIRUNNISA TANJUNG
PAI 3 SEMESTER 3

PEMBIMBING:
Prof. Dr. Putra Daulay, MA.
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Robbi seluruh alam, yang telah memberikan bermacam-macam Rahmat dan Nikmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan lancer. Shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai pembawa syariat islam untuk diimani, dipelajari, dan dihayati, serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga Allah swt. Melimpahkan Rahmat-Nya kepada beliau, Aamiin.
Penulisan tugas ini adalah untuk melengkapi salah tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Sejarah Pendidikan Islam Bapak Prof. Dr. Putra Daulay, MA. Makalah ini disusun dari beberapa buku yang berkaitan dengan Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir, Turki dan India.
Tidak lupa ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing matakuliah Sejarah Pendidikan Islam Bapak Prof. Dr. Putra Daulay, MA. atas bimbingan dan arahannya dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberimanfaat bagi penulis khususnya dan bagi kita semua yang membacanya pada umumnya, dan dapat menambah pengetahuan kita mengenai Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir, Turki dan India.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, Oleh karena itu, kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini sangat penulis harapkan dari para pembaca.

Medan, 08 Januari 2017


Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................... i
Daftar Isi......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1

A.    Latar Belakang.................................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah............................................................................................... 1

C.     Tujuan................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 2
A.    Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir........................................................... 2
B.     Biografi Muhammad Abduh.............................................................................. 3
C.     Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki ........................................................... 7
D.    Pembaharuan Pendidikan Islam di India ........................................................... 9

BAB III PENUTUP...................................................................................................... 12
A.    Kesimpulan......................................................................................................... 12
B.     Saran .................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam catatan sejarah, eksistensi pendidikan Islam telah ada sejak Islam pertama kali diturunkan. Ketika Rasulullah Saw. mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyebarkan ajaran Islam, maka apa yang dilakukan adalah masuk dalam kategori pendidikan. Karena kepribadian Rasulullah Saw. mencerminkan wujud ideal Islam, seorang guru dan pendidik.
Kemudian sejak masa sahabat, tabi’in dan generasi selanjutnya pada masa pendahulu, masa keemasan Islam dan masa pembaharuan banyak bermunculan berbagai pemikiran pendidikan Islam, hal ini salah satunya ditandai dengan banyaknya ulama–ulama Islam yang menulis tentang buku pendidikan dan pengajaran secara mendalam.
Pemikiran pendidikan Islam adalah serangkaian proses kerja akal dan kalbu secara bersungguh-sungguh dalam melihat berbagai persoalan yang ada dalam pendidikan Islam. Dalam pembahasan makalah ini, penulis akan menguraikan pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di Mesir, Turki, dan India.
Dalam pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di mesir, Turki, dan India, ada banyak tokoh yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan Islam ditiga wilayah tersebut. Melalui sumbangsih pemikiran para tokohnya, mereka dapat melakukan pembaharuan terhadap pendidikan Islam dan mengarahkannya kepada hal-hal peningkatan kualitas pendidikan Islam pada saat itu.
Maka oleh sebab itu didalam pembahasan makalah ini, penulis akan menguraikan pemikiran-pemikiran dari para tokoh pembaharu tersebut yang InsyaAllah dapat memberikan kita tambahan pengetahuan,pemahaman, dan tidak menutup kemungkinan dapat memberrikan kita inspirasi dalam hal melakukan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih maju.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di Mesir ?
2.      Siapakah Muhammad Abduh?
3.      Bagaimana pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di Turki ?
4.       Bagaimana pembaharuan pemikiran pendidikan Islam di India ?

C.    Tujuan
Untuk mengetahui dan pembaharuan Mesir, India dan Turki dan membedakannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir
Latar belakang pembaharuan yang timbul di Mesir dimulai sejak kedatangan Napoleon ke Mesir. Napoelon memasuki Mesir pada tahun 1798 M. Dalam tempo lebih kurang tiga minggu Napoleon telah dapat menaklukan Mesir. Kedatangan Napoleon ke Mesir tidak hanya membawa pasukan,beliau juga membawa sejumlah ilmuan dalam berbagai bidang.
Dalam rombongan terdapat 500 orang sipil dan 500 orang wanita,diantara kaum sipil itu terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Beliau juga membawa dua set alat percetakan huruf latin,Arab,dan yunani. Dengan demikian, misinya ini tidak hanya untuk kepentingan militer tetapi juga untuk kepentingan ilmiah.[1]
Beliau dirikanlah di Mesir sebuah lembaga ilmiah yang diberi nama dengan Institut d egypte. Lembaga ini memiliki empat bidang kajian pokok,yaitu kajian ilmu pasti,ilmu alam, ekonomi politik,satra dan seni.
Melalui ‘’Institut d’Egypte’’ inilah terjadi persentuhan budaya atau peradaban dan agama. Pada Institut inilah orang Mesir, khususnya umat Islam pertama kali kontak langsung dengan orang Eropa yang masih asing bagi mereka. Kesadaran inilah yang merangsang timbulnya pembaharuan di Mesir.[2]  
Di lembaga ini ditemukan beberapa perlengkapan-perlengkapan ilmiah yang belum dimiliki oleh masyarakat Mesir ketika itu,seperti mesin cetak,teleskop,mikroskop,dan alat-alat untuk percobaan kimiawi. Napoleon juga memperkenankan ulama-ulam Mesir untuk berkunjung kde lembaga tersebut. Salah seorang di antara ulama dari Al-Azhar yang pernah mengunjungi lembaga ini adalah Abdul Rahman Al-Jabarti.
Beliau amat kagum terhadap apa yang dilihatnya di lembaga tersebut, perpustakaan yang memuat beraneka macam buku-buku agama dalam bahasa Arab,Parsi dan Turki, serta berbagai alat –alat ilmiah lainnya. Akhirnya setelah beliau mengunjungi lembaga tersebut, beliau tulis kesan kunjungannya itu dengan kata-kata:
“Saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal yang besar untuk dapat ditangkap oleh akal seperti yang ada pada diri kita.”
Komentar ulama tersebut menunjukkan kekagumannya terhadap produk ilmu pengetahuan yang dipertunjukkan kepadanya di lembaga ilmiah tersebut dan hal ini membuktikan betapa sesungguhnya masyarakat muslim Mesir jauh tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dibanding dengan bangsa Eropa(dalam hal ini Prancis).[3]
Di Mesir muncullah pertama sekali Muhammad Ali Pasha yang banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan umum,seperti sekolah militer(1815),teknik(1816), dan kedokteran(1827),sekolah pertambangan(1834),sekolah obat-obatan(apoteker) dan sekolah pertanian(1836),juga digalakkan penerjemahan buku-buku dari bahasa Eropa ke bahasa Arab dan mendirikan kementrian Pendidikan.  
Guru-gurunya di datangkan dari Barat dan siswa dikirim untuk belajar ke Eropa. Menurut catatan antara tahun 1813 pelajar ke berbagai negara di Eropa, seperti Italia,Perancis,Inggris,dan Australia. Penerjemahan buku- buku berjalan dengan lancar setelah sekolah penerjemahan didirikan(1836). Bagian penerjemahan disekolah itu dibagai menjadi empat macam:
a.       Bagian ilmu pasti
b.      Bagian ilmu kedokteran dan ilmu fisika
c.       Bagian sastra
d.      Bagian Turki
Di antara buku-buku yang diterjemahkan yaitu mengenai falsafah riwayat hidup orang-orang besar Eropa,logika dan ilmu bumi,kunjungan ke negara-negara asing,politik,dan antropologi. Berkaitan dengan penerjemahan buku-buku tersebut mulailah orang Mesir mengenal negara-negara barat,serta bagian dari alam pikiran mereka. Selanjutnya, upaya pembaharuan pendidikan Islam di Mesir ini dilanjutkan oleh Muhammad Abduh dengan murid-murid beliau.[4]





B.     Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1848M/1265 H disebuah desa di Provinsi Gharbiyyah Mesir Hilir. Ayahnya bernama Muhammad Abduh ibn Hasan Khairullah. Abdul lahir di lingkungan keluarga petani yang hidupe sederhana,taat dan cinta ilmu pengetahuan. Orangtua nya berasal dari kota Mahallaj Nashr,situasi politik yang tidak stabil menyebabkan orangtua nya berpindah-pindah,dan kembali ke Mahallaj Nashr setelah politik mengizinkan.[5]
Masa pendidikannya dimulai dengan pelajaran dasar membaca dan menulis yang didapatnya dari orangtua nya. Kemudian sebagai pelajaran lanjutan ia belajar Qur’an pada seorang hafiz. Dalam masa waktu dua tahun ia telah menjadi seorang yang hafal Qur’an. Pendidikan selanjutnya ditempuh di Thantha,sebuah lembaga pendidikan masjid Ahmadi.
Ditempat ini ia mengikuti pelajaran yang diberikan dengan rasa tidak puas, bahkan membawanya pada rasa putus asa untuk mendapatkan ilmu. Ia tidak puas dengan metode pengajaran yang diterapkan yang mementingkan hafalan tanpa pengertian bahkan ia berpikir lebih baik tidak belajar dari pada menghabiskan waktu hafalan istilah-istilah nahwu dan fikih yang tidak dipahaminya,sehingga ia kembali ke Mahallaj Nashr(kampungnya) dan hidup sebagai petani serta melangsungkan pernikahan dalam usia 16 Tahun.[6]
Orangtuanya tidak menyetujui langkah yang diambilnya, dan memerintahkan agar kembali ke Masjid Ahmad di Thanta. Dengan terpaksa diturutinya juga kemauan orangtua nya,namun di tengah perjalanan dia justru berbelok ke arah lain, yaitu sebuah desa tempat tinggal pamannya yaitu Syekh Darwsy Khadir(paman dari ayah Muhammad Abduh),Syekh Darwsy tahu sebab-sebab keengganan Abduh untuk belajar di Thanta,maka ia selalu membujuk Muhammad Abduh supaya membaca buku bersama-samanya.
Muhammad Abduh menceritakan sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution dari kitab; Muzakirat al-Iman Muhammad Abduh,bahwa ia pada saat itu benci melihat buku, dan buku yang diberikan Darwsy ia lempar jauh-jauh. Buku itu dipungut lagi oleh Darwsy dan diberikan lagi oleh pada Abduh, Darwsy selalu sabar menghadapi Abduh,dan akhirnya Muhammad Abduh mau juga membaca buku tersebut beberapa baris. Setiap barisnya Darwisy memberikan penjelasan luas tentang arti dan maksud yang dikandung kalimat tersebut. Akhirnya Muhammad Abduh berubah sikapnya terhadap buku dan ilmu pengetahuan. Akhirnya Muhammad Abduh berubah sikapnya dengan apa yang dibacanya, kemudian ia kembali ke Thanta yaitu pada bulan oktober 1865M/1286H.
Muhammad Abduh melanjutkan pendidikan di Thanta, akan tetapi 6 bulan di Thanta ia meninggalkan Thanta dan menuju Al-Azhar yang diyakininya bahwa Al-Azhar tempat mencari ilmu yang sesuai untuknya. Di Al-Azhar, ia hanya mendapatkan pelajaran ilmu agama saja,di sini pun ia menemukan metode yang sama dengan Thanta. Hal ini membuatnya kembali kecewa. Dalam salah satu tulisannya bahwa metode pengajaran yang verbalis ini telah merusak akal dan daya nalarnya. Rasa kecewa itulah agaknya menyebabkannya menekuni dunia mistik dan hidup sebagai sufi tahun 1871 Abduh dengan Sayyid Jamaluddin A. Afghani yang datang ke Mesir pada tahun itu, dari Jamaluddin, ia mendapatkan ilmu pengetahuan falsafah, ilmu kalam dan ilmu pasti,meskipun sebelumnya ia telah mendaptkan ilmu tersebut di luar Al-Azhar. Metode yang dipakai Jamaluddin yang telah lama dicarinya selama ini,sehingga ia lebih puas menerima ilmu dari guru barunya tersebut. Seperti ia ungkapkan bahwa Jamaluddin telah melepaskannya dari kegoncangan kejiwaan yang dialaminya.
Metode pengajaran yang digunakan oleh Jamaluddin adalah metode praktis (‘maliyyah) yang mengutamakan pemberian pengertian dengan cara diskusi. Metode itulah tampaknya yang diterapkan Abduh setelah ia jadi pendidik. Selain pengetahuan teoreris Jamaluddin juga mengajarkan pengetahuan praktis,seperti berpidato,menulis artikel,dan sebagainya. Sehingga dengan demikian, membawanya tampil di depan publik,juga secara langsung melihat situasi sosial politik negaranya.[7]
Meskipun dia aktif mencari ilmu di luar Al-Azhar, di Al-Azhar sendiripun ia tidak melalaikan tugasnya sebagai Mahasiswa sehingga ia meraih gelar ‘alim pada tahun 1877, tahun1877-1882,ia diasingkan di Beirut,karena ia terlibat politik,di pengasingan ini ia punya kegiatan sebagai guru dan penulis.
Kariernya sebagai guru ia tempuhnya tiga lembaga pendidikan formal yaitu Al-Azhar, Dar al-Ulum,dan perguruan bahasa Khedevi. Ia mengajarkan berbagai mata pelajaran seperti teologi,sejarah,ilmu politik,dan kesustraan Arab. Kitab pegangannya dalam mengajar adalah muqaddimun ibn khaldun. Tujuan pengajarannya membangkitkan pemikiran politik dan sosial pada murid-muridnya. Ia sadarka jiwa mereka sebagai warga Negara bertanggung jawab terhadap negerinya dan umat seluruhnya.
Tampaknya ada dua hal yang ditekankannya dalam memberikan pengajaran,yaitu metode diskusi yang diwarisi dari gurunya Jamaluddin dan semangat pembaruan yang ditanamkan dalam setiap mata pelajaran. Tujuan pengajaran yang demikian menjadi salah satu sebab dicurigai oleh Khedevi, dianggap tidak mendukung kebijaksanaan pemerintahan dan bekerja sama dengan Inggris, sehingga ia tidak mengjar lagi di Darul Ulum dan lembaga bahasa. Namun, di sisi lain kariernya menanjak, lebih-lebih setelah diangkat menjadi pimpinan redaksi surat kabar Al-Waqai’ Al-Mishriyyah yang merupakan salah satu organ pemerintah. Jabatan ini membuat ia mudah melancarkan kritikan terhadap pemerintahan dengan artikel-artikel yang ditulisnya,baik masalah agama, sosial, politik dan kebudayaan. Media ini juga telah mengantarkannya pada politik praktis sehingga ia dituduh terlibat dalam pemberontakkan yang dipimpin oleh ‘Urabi Pasya pada tahun 1882, sehingga ia disaingkan ke luar negeri. Namun, ia tetap tinggal diam bahkan sasarannya tidak hanya masyarakat Mesir tetapi dakwahnya malah mendunia,sehingga ia bersama Jamaluddin menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan al’urwat al-wusqa. Ide yang terkandung dalam gerakan tersebut tetap sama, yaitu membangkitkan semangat umai Islam untuk melawan kekuasaan Barat. Namun, gerakan majalah tersebut tidak lama karena dilarang oleh pemerintah colonial. Pada tahun1834 ia kembali ke Beirut.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkannya lagi setelah ada di Beirut menerjemah kitab-kitab ke dalam bahasa Arab juga ia lakukan. Sehingga di kota ini ia menyelesaikan penulis buku yang termasyhur Risalat at-tauhid yang ditulisnya semasa mengajar di Madrasah Sulthaniah,di samping beberapa buku terjemahan yang lain. Tahun 1888 ia kembali ke Mesir setelah selesai masa pengasingan.
Pembaharuan yang kedua yang dilakukannya ssebagai mufti di tahun 1899 menggantikan Syekh Hasanuddin A-Nadwi. Usaha yang pertama yang dilakukannya di sini adalah memperbaiki pandangan masyarakat bahkan pandangan mufti sendiri tentang kedudukan mereka sebagai hakim. Mufti-mufti sebelumnya berpandangan bahwa sebagai mufti bertugas sebagai penasihat hukum bagi kepentingan Negara. Di luar itu seakan mereka melepaskan diri dari orang yang mencari kepastian hukum. Mufti baginya bukan hanya berkhidmat pada Negara, tetapi juga masyarakat luas. Dengan demikian, kehadiran Muhammad Abduh tidak hanya dibutuhkan oleh Negara tetapi juga masyarakat luas.
Bisa dikatakan pembaharuan yang ketiga yang dilakukannya adalah dibuktikan dengan didirikannya organisasi sosial yang bernama al-jami’at al-khairiyyah al-isskamiyyah pada tahun 1892. Organisasi ini bertujuan untuk menyantunin fakir miskin dan anak yang tidak mampu dibiayai oleh orangtuanya. Wakaf merupakan salah satu institusi yang tidak luput dari perhatiannya, sehingga ia membentuk majelis administrasi wakaf sehingga ia berhasil memperbaiki perangkat masjid.
Dalam kenyataan tidak semua ide dan pemikiran pembaruan dibawanya dapat diterima oleh penguasa dan pihak Al-Azhar. Penghalang yang utama yang dihadapinya adalah para ulama yang berpikiran statis beserta masyarakat awam yang mereka pengaruhi.  Khedewi sendiri pun akhirnya tidak setuju dengan pembaharuan fisik yang dibawa Muhammad Abduh terutama tentang institusi waqaf yang menyangkut masalah keuangan.
Dalam hal banyak rintangan tersebut Abduh jatuh sakit dan meninggal pada 8 Jumadil Awal 1323 H/11 Juli 1905,jenazah Muhammad Abduh di kebumikan di Kairo(pemakan Negara). Seterusnya setelah Muhammad Abduh wafat ide-ide pembaharuannya dilanjutkan oleh murid-muridnya diantaranya yang terkenal adalah Muhammad Rasyid Ridha. Pelanjut dari ide-ide Muhammad Abduh,mengenai akal,pengetahuan modern.[8]

C.       Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki
Pembaharuan di turki diawali munculnya kesadaran setelah mengetahui bahwa Barat lebih unggul dalam bidang ilmu pengetahuan,terutama militer dari bangsa Turki. Turki yang pada mulanya selalu menang berperang dengan orang Eropa, tetapi belakangan Turki selalu kalah,mendorong mereka untuk mengetahui keunggulan lawan,yang akhirnya mereka sadari bahwa orang Eropa lebih unggul dari mereka. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan hal itu juga berdampak terhadap kekuatan militernya.
Di Turki muncul Sultan Mahmud II(1807-1839) yang juga banyak mendirikan lembaga pendidikan umum seperti sekolah militer,sekolah teknik,kedokteran pembedahan di tahun 1838 digabunglah sekolah kedokteran dengan sekolah pembedahan dengan nama Darul Ulumu hikemiye ve Mektebi Tibbiyei Sahane.[9] 
Lebih jauh Harun Nasution menjelaskan peranan Sultan Mahmud II(1807-1839),dalam bidang pendidikan. Beliau melakukan perubahan penting mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di kerajaan Usmani. Para pendiri kerajaan Turki Usmani merupakan orang-orang yang memerhatiakan betul pada kekuatan militer yang menjadi simbol keberhasilan dalam setiap pertempuran,termasuk byzantium bentengnya bisa dirobohkan serta berhasil membunuh kaisar konstantin,sehingga Sultan Muhammad II diberi gelar Al-Fatih atau sang penakluk.[10]  
Sebagaimana di dunia Islam di zaman itu, madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada dikerajaan Usmani. Di madrasah hanya diajarkan agama. Pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Muhammad II sadar bahwa pendidikan madrasah tradisioanal ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke sembilan belas. Di masa pemerintahannya orangtua juga kurang giat memasukkan anaknya ke madrasah dan mengutamakan mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri tangan. Kebiasaan ini membuat bertambah meningkatnya jumlah buta huruf di kerajaan Usmani. Untuk mengatasi problem ini, Sulatan Mahmud II mengeluarkan perintah supaya anak sampai umur dewasa jangan dihalangi masuk madrasah.
Pada masa ini diadakan perubahan-perubahan kurikulum. Madrasah-madrasah trdisional tetap berjalan, di samping sekolah-sekolah umum juga diadakan. Di sekolah-sekolah umum tersebut diajarkan bahasa prancis,ilmu bumi,ilmu ukur,sejarah,dan ilmu politik di samping bahasa Arab. Selain dari itu, Sultan Mahmud II mendirikan sekolah Militer,sekolah teknik, sekolah kedokteran dan sekolah pembedahan. Di sekolah kedokteran bukan hanya saja urusan kedokteran, tetapi juga tentang ilmu alam dan filsafat. Dengan membaca buku-buku seperti ini mulailah masuk ide-ide Barat kedalam pemikiran grnerasi muda.
Sesudah abad ke tujuh belas kerajaan Turki Usmani mulai melemah, banyak faktor penyebabnya bila disimpulkan ada dua faktor yaitu:
a.       Faktor Intern
Faktor intern diawali dengan wilayah yang luas terbentang apabila tidak ditangani oleh penguasa yang kuat akan menjadi permasalahan. Sultan-sultan sesudah Sulaiman I tidak sekuat sultan-sultan sebelumnya. Konflik kekeluargaan tidak bisa dihindari terjadinya perebutan kekuasaan. Selain dari itu, sebagian sultan hidup dalam kemewahan,sementara itu pasuka elite yenessaripun konflik dengan sultan.  
b.      Faktor Ekstren
Adapun faktor ekstren yaitu menguatkan kekuatan militer dan ilmu pengetahuan bangsa Eropa, seperti yang digambar Harun Nasution,bahwa kerajaan Usmani yang biasanya selalu menang dalam peperangan,akhirnya mengalami kekalahan ditangan Eropa. Hal ini membuat pembesar-pembesar usmani menyelidiki kekuatan Eropa yang baru muncul. Menurut perkiraan rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eopa. Karena itulah mulailah dilakukan pembaharuan dalam bidang militer.
Sejak saat itu gerakan-gerakan pembaharuan muncul di Turki, diawali dengan dengan munculnya gerakan yang bernama Tanzima,dipelopori oleh Mustafa Rasyid Pasya(1800-1858),Muhammad Saddik Rifat Pasya(1807-1856),yang kemudian menjadi ketua Tanzimat. Inti pembaharuan Tanzimat diantaranya membatasi keabsolutan sultan. Seterusnya lahir pula pergerakan Usmani Muda pada tahun 1865 tokohnya antara lain Zia Pasya dan Nemik Kamal. Inti dari pembaharuan Usmani Muda adalah mengubah pemerintahan yang absolut menjadi pemerintahan yang kontitusional. Apabila kerajaan Usmani ingin maju haruslah mempunyai konstitusi sebagaimana negara-negara Eropa demikian pendapat Usmani Muda.
Kelompok pembaharuan berikutnya yang muncul yaitu Turki Muda yang dipelopori oleh Ahmad Reza(1859-1931) dan teman-temannya,inti pembaharuan juga adalah disamping menentang keabsolutan sultan juga ingin memperbaiki nasin rakyat khusunya petani,seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Reza. Gerakan berikutnya sebuah gerakan yang sangat memengaruhi keberadaan Turki Usmani kedepan yaitu lahirnya Gerakan Nasionalisme Turki.[11]

D.       Pembaharuan Pendidikan Islam Di India    
Pembaharuan di india dilatar belakangi oleh kondisi yang terjadi terhadap umat Islam India. Sejak abad kedelapan belas,kekuasaan keajaan Islam Mughal mulai melemah. Kekuatan Inggris semakin menguat, begitu juga dominasi Hindu semakin mendesak umat Islam. Perlawanan-perlawanan kaum mujahidin yang dipelopori oleh Sayyid Ahmad Syahid mengalami kegagalan. Situasi umat Islam di India semakin terpuruk ketika terjadinya peristiwa mutiny(pemberontakkan) di tahun 1857. Peristiwa ini memukul umat Islam, Sayyid Ahmad Khan berupaya menetralisasi keadaan tersebut. Dalam peristiwa itu,Sayyid Ahmad Khan banyak menyelamatkan dan membantu Inggris dari tindakan kekerasan dan pembunuhan.
Sayyid Ahmad Khan dapat mengubah pandangan Inggris terhadap umat Islam berkenaan dengan Mutiny(pemberontakkan). Menurut beliau ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan,ketertinggalan itu karena akal tidak berfungsi dengan benar. Jalan untuk mencapai kemajuan itu adalah lewat pendidikan. Mulailah Sayyid Ahmad Khan memelopori pembangunan di bidang pendidikan karena menurut beliau pendidikanlah yang dapat mengangkat kembali derajat kaum muslimin India serta mengatasi berbagai masalah.
Pada tahun 1878 Sayyid Ahmad Khan mendirikan Muhammaden Anglo Oriental College (M.A.O.C) di Alighar yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan umat Islam India. Seterusnya di tahun 1920 berdirilah Universitas Alighar (Alighar Muslim University). Universitas ini mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun sains.
Universitas ini telah melahirkan banyak alumni yang mempunyai peranan yang besar di India dan Pakistan. Sederetan nama-nama orang berpengaruh di kedua negara telah lahir dari Universitas Alighar. Gerakan Alighar ini digagaskan oleh Sayyid Ahmad Khan. Masyarakat muslim India di abad kesembilan belas berada dalam situasi yang memperhatikan. Setelah runtuh kekuatan kerajaan Islam Mughal dan Inggris mendominasikan  kekeuasaan di Hindia.
Pembaharuan pendidikan di India dapat juga dilihat dari lahir dan berkembangnya Madrasah Deoband yang ditingkatkan statusnya menjadi perguruan tinggi yang bernama Darul Ulum Deoband. Sekolah inilah yang kemudian melahirkan ulama-ulama ini Deoband mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat India. Deoband mengutamakan kemurnian tauhid dan juga memurnikan praktik keagamaan. Deoband mencita-citakan agar terwujudnya Islam murni sebagai yang terdapat di zaman Nabi, sahabat,tabi’in,dan zaman sesudahnya.
Sayyid Ahmad Khan sangat bersemangat untuk membentuk dan mengembangkan pendidikan Islam dan perlu adanya pembaharuan pendidikan bagi masyarakat muslim India, dikarenakan masyarakat muslim sangat tertinggal ketika itu. Kondisi kaum muslim itu dapat dilihat dari uraian di bawah ini. Hunter mengemukakan; “dalam departement yang tidak begitu diincari oleh partai politik di Bengal, kita bisa membaca nasib umat muslim. Pada tahun 1869, departement tersebut diisi sebagai berikut: Dalam tiga tingkatan asisten insinyur pemerintahan terdapat 14 orang Hindu dan tidak ada seorang muslimpun;di antara pembantu terdapat 4 orang Hindu dan 2 orang Inggris dan tidak ada seorang muslimpun di sini. Di antara pembantu insinyur terdaoat 24 orang Hindu,dibandingkan dengan seorang muslim,diantara inspektur terdapat 2 orang muslim dibandingkan 63 orang Hindu. Di kantor akuntansi terdapat 50 orang Hindu, dan di tingkat atas dari atas kantor bawah terdapat 22 orang Hindu namun, keduanya tidak ada seorang muslimpun.
Disalah satu departement besar, pada  suatu hari ditemukan tidak ada seorang pegawai pun yang dapat membaca bahasa orang muslim, dan kenyatannya sekarang ini jarang sekali di kantor pemerintah Calcutta seorang muslim dapat mengharap kedudukan yang lebih tinggi dari penjaga pintu,pesuruh,pengisi tinta,dan tukang memperbaiki pena. Digambarkan juga bahwa kaum muslimin mengabaikan pendidikan modern,kata Hunter. Hal itu terbukti dari 300 anak diperguruan tinggi Inggris(di Calcutta)tidak sampai 1% muslim.
Usaha-usaha ditujukan untuk pendidikan umum bagi rakyat. Ia sadar apabila rakyat tidak menerima pendidikan modern yang cukup, maka keadaan mereka tidak akan tambah baik,tidak bisa menduduki kedudukan terhormat di antara bangsa-bangsa di dunia. Graham penulis biografi Sayyid Ahmad Khan adalah didikla!didiklah!didiklah!. semua penyakit sosial politik di India ia pernah menyatakan kepada saya bisa diobati dengan cara ini. Obatilah akarnya dan pohonnya akan subur. Demikianlah,ia mulai mendirikan sekolah dimana saja ia ditempatkan. Tahun 1859 di Moradabad,tahun 1863 di Ghazipur. Tahun 1878 ia mendirikan Muhammaden Anglo Oriental Collage (MAOC)sekolah ini dibentuk sesuai dengan model sekolah di Inggris dan bahasa yang dipakai adalah bahasa Inggersi,direkturnya berbangsa Inggris sedangkan guru dan staff banyak orang Inggris. Ilmu pengetahuan modern merupakan sebagain besar dari mata pelajaran yang diberikan. Pendidikan agama tidak diabaikan. Di MAOC pendidikan agama Islam dan ketaatan siswa menjalankan agama diperhatikan dan dipentingkan. Sekolah ini terbuka bukan saja bagi orang Islam,tetapi juga bagi seorang Hindu,Parsi,dan Kristen.

 
    

 

                        




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembaharuan pendidikan Islam di Mesir terjadi akibat pengaruh dari ekpedisi Napoleon Bonaparte. Pembaharuan pendidikan di Mesir awalnya berorientasi oleh pendidkan ala Barat, namun lambat laun melalui pembaharuan pemikiran yang dilakukan oleh Muhammad Abduh berusaha untuk menyelaraskan pendidikan tradisional dengan pendidikan modernis dari Barat.Pembaharuan pendidikan di Turki, lebih terpokus kepada tokoh kepemimpinan atau kelompok yang  menyokong kekuasaan pada saat itu dengan melihat Barat sebagai acuannya.
Turki melihat Barat sebagai negara yang telah mengalahkan mereka di kancah perpolitikan dunia dengan cara mengimbangi atau lebih banyak belajar kepada Barat dalam segala halnya. Sehingga segala sesuatu yang akan menghalangi tujuan tersebut akan dilawan  dengan cara revolusioner seperti yang dilakukan Mustafa  Kemal yang menghapuskan kekhilafahan Turki Usmani menjadi Republik Turki.
Sedangkan pembaharuan pendidikan Islam di India bertujuan menghilangkan diskriminasi pendidikan Islam tradisionalis dengan pendidikan sekuler.

B.     Saran
Dari makalah yang dibuat ini, penulis sangat mengharapkan tanggapan, baik kritik maupun saran dari Bapak Dosen dan teman-teman mahasiswa/i agar penulis bisa membuat makalah dengan lebih baik kedepannya.








DAFTAR PUSTAKA
Daulay, Haidar Putra. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
 Indonesia. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Daulay, Haidar Putra, Nurgaya Pasa. 2013. Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah.
 Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Nata Abuddin. 2011.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Nizar Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.


[1] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal. 41
[2] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.159
[3] Ibid, hal.42
[4] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.165
[5] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:2007), hal.240
[6] Ibid, hal.241
[7] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:2007), hal.242
[8] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.167
[9] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.43
[10] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.208
[11] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintas Sejarah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.161

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profesi Keguruan